Disampaikan Oleh : HM. Kusnadi Singapermana[1]
A. MUKADIMAH
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puja dan puji hanya bagi Allah Swt, Pencipta, Pemilik, dan Pemelihara alam semesta. Yang Hidup dan Yang Maha Mengetahui segala perkara hamba-hambaNya. Dia yang memberikan manfaat dan kemudharatan. Dia pula yang berkuasa memberi penyakit, dan Dia pula yang paling Berkuasa menyembuhkan penyakit serta memberi obatnya.
Firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Asy-Syuraa ayat 80 yang bermaksud :
“Dan apabila aku sakit, maka Dialah Yang menyembuhkan”.
Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi yang paling mulia, penutup para Nabi dan Rosul, Muhammad SAW, kepada sanak keluarga beliau dan para sahabat beliau seluruhnya serta semua pengikutnya yang setia hingga akhir jaman. Sebagaimana telah kita yakini bersama bahwa segala tindakan dan ucapan Rosulullah SAW. Bukanlah karena dorongan nafsunya, tetapi semata-mata karena Wahyu dari Allah SWT. Sehingga apa-apa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. pastilah benar dan bermanfaat bagi ummatnya. Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah (pola prilaku yang baik) membina seluruh ummatnya untuk beribadah kepada Allah SWT, berakhlak Mulia, mengajari cara bermuamalah dan sebagainya.
Rasulullah SAW juga mencontohkan untuk berprilaku hidup sehat agar ummatnya mampu menjalankan ibadah dengan baik. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 195 yang bermaksud :“Dan janganlah kamu menjerumuskan diri kamu kepada kebinasaan”
Sabda Rasulullah SAW : “Seorang yang bangun pagi dalam keadaan aman pada dirinya, sehat tubuhnya dan ada makanan untuk dimakannya pada hari itu, maka dunia dengan segala isinya seolah-olah menjadi miliknya.” (H.R. Bukhari, Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abdillah bin Mihahan ra.)
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dikasihi Allah dari mukmin yang lemah. Pada kedua-dua mereka ada kebaikan”. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah ra). “Sesungguhnya jasad kamu mempunyai hak ke atas kamu” (H.R. Bukhari dari Amru bin al-As ra.).
Penjagaan kesehatan juga merupakan bagian dari 5 perkara yang menjadi tujuan (maqasid) syariat Islam, yaitu : Memelihara Agama (Ad-Diin); memelihara Diri/Nyawa (termasuk penjagaan kesehatan); menjaga keturunan; memelihara Aqal dan menjaga harta benda.
B. ISLAM DAN KESEHATAN
Dalam pandangan Islam yang dinamakan Kesehatan adalah meliputi 2 (dua) katagori, yaitu Kesehatan Rohani dan Kesehatan Jasmani. Kesehatan Jasmani meliputi seluruh komponen tubuh dan dapat berfungsi sebagaimana mustinya, sehingga dapat melaksanankan tugasnya sebagai khalifah di dunia, yaitu melaksanakan ibadah dan muamalah sehari-hari. Sedangkan Kesehatan Rohani meliputi Hati/Jiwa & Akal Fikiran. Jiwa dan fikiran yang sehat ialah yang mendorong manusia hidup sesuai dengan nilai-nilai fitrah yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Dengan Sehat Rohani manusia akan terhindar dari penyakit-penyakit hati, seperti dengki, iri hati, ujub, munafiq, dan sebagainya. Inilah hakikat Kesehatan dalam pandangan Islam yang dampaknya sangat fundamental dan menentukan arah hidup manusia.
Perhatikan Firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Asy-Syuraa ayat 77-82 yang bermaksud :
“Sesungguhnya berhala-berhala itu ialah musuhKu, (aku tidak menyembah) melainkan Allah Tuhan sekalian Alam; ‘Tuhan yang menciptakan daku (dari tiada kepada ada), maka Dialah yang memimpin dan memberi petunjuk kepadaku; “Dan Tuhan yang Dialah jua memberiku makan dan memberi minum. “ Dan apabila aku sakit, maka Dialah Yang menyembuhkan penyakitku; ”Dan (Dialah) yang mematikan daku, kemudian Ia menghidupkan daku; “Dan (Dialah) yang aku harap-harapkan supaya mengampunkan dosaku pada hari kiamat.”
Dari ayat tersebut kita dapat melihat nikmat-nikmat yang Allah SWT karuniakan kepada manusia untuk kesejahteraan hidup mereka, yaitu :
1. Nikmat Hidayah (untuk kesehatan Rohani)
2. Nikmat Makanan dan Minuman (untuk kesehatan Jasmani)
3. Nikmat Penyembuhan (untuk kesehatan Rohani dan Jasmani)
4. Nikmat Pengampunan (untuk kesehatan Rohani).
Hubungan Rohani dan Jasmani digambarkan oleh Rasulullah SAW : “Sesungguhnya di dalam jasad ada sebongkah daging. Jika baik sebongkah daging itu, baiklah seluruh jasad dan jika rusak, maka akan rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah! Sebongkah daging yang aku maksudkan itu ialah hati”. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir ra.). “Setiap jasad yang tumbuh dari makanan haram, api neraka lebih layak baginya.” (H.R. Thabrani dari Abi Bakr ra).
Islam sebagai Ad-Dien yang paripurna, memiliki berbagai pendekatan untuk menjaga kesehatan Rohani maupun Jasmani. Pendekatan Islam dalam menjaga Kesehatan Rohani, adalah melalui beberapa cara, yaitu :
1. Iman;
2. Ibadah;
3. Akhlak (menjaga syariat : halal dan haram);
4 . Zikir;
5. Doa dan
6. Menuntut Ilmu Ad-Dien (Agama).
Firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang bermaksud : “Wahai orang-orang yang beriman, sahut dan sambutlah seruan Allah dan seruan RasulNya apabila Ia menyeru kamu kepada perkara-perkara yang menjadikan kamu hidup sempurna”.
(Q.S. Al Anfal : 24).
Firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang bermaksud :: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan tenang tentram hati mereka dengan “zikrullah”. Ketahuilah dengan zikrullah” itu tenang tentramlah hati manusia. (Q.S. Ar- Ra’du : 28).
Adapun Pendekatan Islam dalam menjaga Kesehatan Jasmani/Badan, adalah melalui beberapa cara, yaitu :
1. Menjaga kebersihan;
Firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Al-Baqarah : 222, yang bermaksud : “SesungguhNya Allah mengasihi orang-orang yang banyak bertaubat, dan mengasihi orang-orang yang senantiasa bersih dirinya”.
Sabda Rasulullah SAW : “Sesunguhnya Allah itu Baik dan suka akan kebaikan; Bersih dan suka akan kebersihan; Mulia dan suka akan kemuliaan; dan Pemurah dan suka akan kepemurahan. Maka bersihkanlah halaman-halaman (rumah kamu). Janganlah kamu menyerupai orang-orang Yahudi”. (H.R. Tarmidzi dari Sa’ad ra).
2. Menjaga Pemakanan dan cara pemakanan;
Firman Allah SWT dalam Al Qur’an yang bermaksud : “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari makanan-makanan yang baik yang telah Kami berikan kepada kamu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika betul kamu hanya beribadat kepadanya.”. (Surat Al-Baqarah : 172). “Ia menghalalkan bagi mereka segala benda yang baik, dan mengharamkan kepada mereka segala benda yang buruk. (Surat Al-Araf : 157).
Makanan yang baik maksudnya ialah makanan yang halal, berkhasiat dan tidak memudharatkan. Sedangkan makanan yang disebut dalam Al Qur’an meliputi :
v makanan dari tumbuh-tumbuhan (biji-bijian, sayur masyur, buah-buahan)
v makanan dari hewan (hewan ternak, daging burung, ikan, dsb)
v makanan penyembuh (madu)
Mengenai cara makan yang baik antara lain yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW, ialah :
v Membaca Bismillah sebelum makan (H.R. Bukhari dan Muslim; H.R.Abu Daud dan an-Nasai )
v Jangan makan dan minum berlebihan (Q.S. Al A’raf : 31)
v Duduk dengan betul (H.R. Ibnu Majah, Abu Daud dan Nasai; H.R. Muslim)
v Jangan tidur selepas makan (H.R. Abu Nu’aim)
v Jangan bernafas ke dalam tempat minum (H.R. Abu Daud; H.R. Bukhari dan Muslim)
v Jangan dihabiskan minuman dengan satu teguk (H.R. Tirmidzi; H.R. Bukhari dan Muslim)
v Makan secara berjamaah (H.R. Muslim)
v Berhenti sebelum kenyang. (Al Hadits)
3. Menghindari dari perkara-perkara yang mendatangkan penyakit;
Sabda Rasulullah SAW : “Taun itu (asalnya) adalah azab yang diturunkan atas bangsa Israel dan atas orang-orang sebelum kamu. Maka jika kamu mendengarnya tersebar di satu negeri, janganlah kamu memasuki nehgeri itu, dan jika ia telah tersebar di satu negeri sedang kamu berada di dalamnya, maka janganlah kamu keluar melarikan diri dari negeri itu”. (H.R. Tarmidzi dari Sa’ad ra).
Hindarilah dari orang-orang yang berpenyakit kusta seperti kamu menghindari dari singa”. (H.R. Bukhari)..
Abu Nu’aim meriwayatkan; “Bahwasanya Nabi SAW jika ada salah seorang istri baginda sakit mata, baginda tidak menggaulinya hingga sakit matanya sembuh.”
4. Berubat ketika sakit (anjuran supaya berubat).
Islam mewajibkan setiap manusia memberikan hak yang sewajarnya kepada tubuh badannya. Diantara hak yang wajib ditunaikan kepada tubuh badan ialah merawatnya ketika ia sakit. Baginda Nabi SAW dalam beberapa haditsnya memerintahkan supaya orang yang sakit mendapatkan rawatan dengan berubat untuk menyembuhkan penyakitnya.
Sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan ubat, dan menjadikan untuk kamu bahawa setiap penyakit ada ubatnya. Oleh karena itu berubatlah tetapi jangan berubat dengan yang haram”. (H.R. Abu Daud dari Abi Darda ra).
Nabi SAW sendiri berubat untuk dirinya dan menyuruh keluarga dan sahabatnya yang dihinggapi penyakit supaya berubat.
Seorang Sahabat bernama Hakim bin Hizam ra pernah bertanya kepada NAbi SAW : “Ya Rasulullah ! Apa pendapat kamu tentang jampi dan ubat. Adakah ia menyanggah qadar Allah SWT..?” Jawab Nabi SAW Ia (yakni jampi dan ubat itu) adalah juga dari pada qadar Allah.” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Penyakit adalah qadar (ketentuan) Allah SWT. NAmun qadar ini boleh ditolak dengan qadar Allah yang lain yaitu jampi atau ubat. Allah SWT telah mentaqdirkan (yakni menentukan) sebab-sebab dan musabab dan Dia menjadikan salah satu sunnahNya dalam kejadianNya ialah menolak suatu qadar dengan qadar yang lain. Qadar lapar ditolak dengan qadar makan, qadar dahaga dengan qadar minum, qadar penyakit dengan qadar ubat dan setiap yang menolak dan yang ditolak itu adalah daripada qadar (ketentuan) Allah semata.
Suatu ketika Saidina Umar ra bersama rombongannya berkunjung ke negeri Syam. NAmun apabila mereka hamper memasukinya sampai berita bahawa negeri Syam telah diserang wabah taun. Umar mengambil keputusan membatalkan hasrat rombongannya itu untuk memasuki Syam untuk mengelakkan mereka dari terkena penyakit taun. Lalu Abu Ubaidah ra berkata kepadanya : “Adakah kita hendak lari dari qadar Allah wahai Amirul Mukminin?. Saidina Umar menjawab : “Seandainya orang selainmu yang bertanyakan hal ini ya Abu Ubaid. Ya kita lari dari qadha Allah kepada qadar Allah. Apa kata engkau sekiranya engkau mempunyai dua buah wadi (tanah lembah) yang salah satu daripadanya subur dan yang satu lagi kering kerontang, apakah tidak bila engkau mengusahakan wadi yang subur itu bermakna engkau mengusahakannya dengan qadar Allah SWT?.
Dengan demikian dalam perobatan Islam nilai kesehatan mempunyai orientasi yang sangat luas, yaitu bukan hanya berupa penyembuhan pribadi penderita/pasien semata, tetapi melingkupi dimensi masyarakat yang sangat luas, yaitu mencakup :
v Upaya peningkatan kesehatan (promotif)
v Upaya pencegahan penyakit (preventif)
v Upaya penyembuhan (kuratif) dan
v Upaya pemulihan (rehabilitatif).
C. PENYAKIT DAN KEADAAN TUBUH BADAN MANUSIA
وإذا مرضت فهو يشفين. (الشعراء:80)
“Dan apabila aku sakit, maka Dialah yang menyembuhkan penyakitku”
Sabda Rasulullah SAW : “Setiap penyakit mempunyai ubat. Apabila terpadan penyakit dengan ubatnya niscaya akan sembuhlah penyakit dengan izin Allah”. (H.R. Muslim dan Ahmad dari Jabir ra).
Dalam pandangan perubatan Islam ada 3 (tiga) tujuan utama mengapa Allah SWT menimpakan penyakit pada seseorang, yaitu :
a) Penghapusan Dosa, Rahmat dan Peningkatan Derajat.
Sakit yang menimpa seseorang yang berdosa merupakan penghapusan dosa untuknya apabila dia bersabar. Sekiranya dia tidak berdosa merupakan rahmat dan peningkatan drajat disisi Allah Swt.
b) Memberi Keinsafan (Taubatan Nasuha)
Sesetengah orang akan insaf (bertaubat) apabila ditimpa sakit. Dia sadar dan insaf bahwa hakikat sakitnya adalah karena dosa-dosanya. Dia sabar dan Ridha dengan ketentuan Allah Swt. Kalau matim pada waktu itu Insya Allah dia mati dalam keadaan khusnul khotimah. Kalau dia insaf/taubat itulah rahmat untuknya.
c) Kutukan Allah SWT
Apabila Allah sudah murka pada seseorang itu, maka diazabnya di dunia lagi sebelum di akhirat. Biasanya kalau seseorang itu ditimpa sakit yang ada hubungannya dengan kutukan Allah Swt susah hendak sembuh. Tanda orang tersebut apabila ditimpa sakit baik sudah sembuh ataupun sedang sakit, dia akan bertambah jahat. Bertanbah lupa dengan Allah Swt. Imannya semakin Rusak dan Syariat makin diabaikan. Itulah kutukan dari Allah Swt. Kebanyakan katagori golongan ini, mereka mati dalam kehinaan.
Sedngkan Penyakit dalam pandangan perubatan Islam (Thibbun Nabawwi) ada dua macam, yaitu penyakit rohani/hati dan penyakit jasmani/tubuh. Kedua penyakit itu disebutkan dalam Al-Qur’an.
1. Penyakit Hati/Ruhani
Penyakit hati/ruhani sendiri terbagi menjadi dua, yaitu : Penyakit Subhat yang disertai keragu-raguan dan penyakit syahwat yang yang disertai kesesatan. Kedua penyakit itu disebutkan Al-Qur’an. Berkenaan dengan penyakit subhat, Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 10, bermaksud : “Dalam hati mereka (golongan yang munafik itu) terdapat penyakit, lalu Allah tambahkan lagi penyakitnya itu kepada mereka……..”.
Allah juga berfirman dalam Surat Al-Mudatsir ayat 31 : “Supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan) : “Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai perumpamaan”.
Berkenaan dengan orang-orang yang diajak untuk mengambil hukum dari Kitabullah dan Sunnah Rosul lalu mereka menolak dan berpaling dari ajakan tersebut, Allah berfirman dalam Surat An-Nur ayat 18-50:
“Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rosul-Nya, agar Rasul mengadili di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit; atau (karena) mereka ragu-ragu atau (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku dzalim kepada mereka, Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang dzalim”.
Adapun penyakit syahwat, difirmankan oleh Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat 32 bermaksud : “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya”.
2. Penyakit Jasmani/Tubuh
Berkenaan dengan penyakit Jasmani Allah berfirman dalam Quran Surat An-Nur ayat 61, yang bermaksud : “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit”.
Allah menyebutkan penyakit jasmani dalam haji, ketika berpuasa dan saat berwudlu, tetunya karena suatu rahasia tersembunyi yang amat menakjubkan yang menjelaskan kepada kita keagungan Al-Qur’an, bahwa bila kita memahami dan mengerti kandungannya, kita tidak lagi membutuhkan petunjuk lain.
Adapun formula pengobatan penyakit jasmani ada tiga : Menjaga kesehatan, menjaga/mencegah tubuh dari segala yang dapat mendatangkan penyakit; dan Mengeluarkan unsur-unsur berbahaya dari dalam tubuh. Allah berfirman dalam Quran Surat Al Baqarah ayat 185, bermaksud :“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya bershiyam), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain…..”
Pengobatan penyakit jasmani, melalui 2(dua) cara , yaitu : Pertama, system yang sudah Allah ilhamkan kepada manusia juga binatang. Pengobatan ini tidak memerlukan penanganan tenaga medis, seperti mengobati rasa capek, rasa haus, rasa kedinginan dan rasa capek dengan kondisi yang menjadi kebalikannya atau dengan sesuatu yang dapat menghilangkan semua kondisi tersebut.
Kedua, pengobatan yang membutuhkan analisa dan diagnosa. Seperti pengobatan penyakit-penyakit spekulatif yang menyerang pencernaan sehingga menyebabkan tubuh tidak stabil, yakni menjadi panas, dingin, kering atau lembab bisa juga mengalami komplikasi dua suhu sekaligus. Penyakit inipun juga ada dua macam : Penyakit secara fisik dan penyakit kondiktif. Yakni penyakit yang terjadi karena ada unsur materi yang masuk ke dalam tubuh atau karena kejadian tertentu. Perbedaan antara kedua penyakit ini, bahwa penyakit kondiktif terjadi setelah materi berbahaya dalam tubuh sudah berhasil disingkirkan sehingga secara fisik sudah tidak ada lagi, namun pengaruhnya masih ada pada system metabolisme tubuh. Sementara penyakit fisik artinya terjadi saat materi berbahaya itu ada dalam tubuh. Bila penyakit terjadi saat materi masih mengendap dalam tubuh, maka diagnosa dilakukan terhadap materi penyebab penyakit terlebih dahulu, baru dilakukan diagnosa terhadap jenis penyakitnya, kemudian terhadap obatnya.
Adapun penyakit kondiktif, bentuknya adalah ketika salah satu organ tubuh mengalami ketidakstabilan, seperti berubah bentuknya, atau kelainan dalam rongganya, kelainan pembuluh darahnya, kulitnya menjadi kasar, iritasi, berkurangnya jumlah sel, kelainan tulang atau pergeseran letak. Kalau seluruh organ tubuh tertata secara benar dalam tubuh, disebut right position (terposisikan secara tepat). Sementara ketika letak organ tubuh tersebut berubah, bisa disebut unright position atau dislocation (kelainan posisi).
Adapun penyakit umum adalah yang meliputi penyakit fisik dan penyakit kondiktif. Penyakit-penyakit fisik menyebabkan kelainan system metabolisme tubuh sehingga tidak stabil. Kelainan system metabolisme itulah yang disebut penyakit, setelah betul-betul bisa menimbulkan bahaya fisik. Aplikasinya ada delapan macam, empat di antaranya simple dan empat lainnya berupa komplikasi : Empat pertamanya adalah dingin, panas, lembab, panas dan kering. Sementara empat komplikasinya adalah panas dan lembab, panas dan kering, dingin dan lembab, dingin dan kering. Itu bisa terjadi karena ada unsure materi yang mengendap dalam tubuh, atau bisa juga karene hal lain. Kalau secara fisik tidak menimbulkan bahaya, ketidakstabilan system metabolisme tubuh itu tetap dalam lingkaran kesehatan tubuh.
Tubuh itu memiliki tiga macam kondisi : Kondisi alami (tabi’ie), kondisi tidak alami, dan kondisi sedang/pertengahan, yaitu suatu keadaan tidak alami tetapi juga bukan berarti alami. Dalam kondisi pertama, tubuh disebut sehat. Dalam kodisi kedua, tubuh dikatakan sakit, sementara kondisi ketiga, disebut masa transisi. Karena satu kondisi tidak akan berubah menjadi kebalikannya, kecuali setelah melalui masa transisi terlebih dahulu.
Hal yang menyebabkan tubuh keluar dari kondisi wajar atau alami bisa berasal dari dalam tubuh karena kondisi tubuh yang panas atau dingin, lembab atau kering, bisa juga berasal dari factor luar tubuh. Karena suhu yang diterima tubuh terkadang bisa cocok namun terkadang tidak cocok.
Bahaya yang mengancam kesehatan tubuh terkadang berasal dari kelainan dalam system metabolisme tubuh, seperti ketidakstabilan metabolisme. Namun bisa juga berasal dari kerusakan pada salah satu organ tubuh. Bisa juga berasal dari kelainan stamina energi tubuh. Semua itu kembali kepada peningkatan kestabilan tubuh ketika tubuh tidak membutuhkan peningkatan kestabilan, atau pengurangan kestabilan tubuh ketika tubuh tidak perlu dikurangi kestabilannya, atau perekatan organ-organ tubuh yang tidak perlu digeser, atau ekspansi system metabolisme pada tubuh yang tidak membutuhkan ekspansi metabolisme, atau perubahan letak dan bentuk organ tubuh yang tidak perlu diubah, sehingga tubuh menjadi tidak sehat.
Dalam kaitan ini tugas tabib (perawat) adalah mengembalikan badan manusia kepada keadaan tabi’ienya. Ia perlu memastikan punca (sumber) yang menyebabkan badan itu berada di luar dari tabi’ienya, kemudian mencadangkan makanan atau ubat untuk menyembuhkannya. Menurut tokoh-tokoh perubatan muslim : “Selagi dapat diubati dengan makanan dan berpantang, maka jangan dialihkan kepada ubat.” Atau “Jadikanlah makanan sebagai ubatmu dan jadikan ubat sebagai makannmu”.
D. PRINSIF PERUBATAN NABI (THIBBUN NABAWWI)
Sabda Rasulullah Saw : “Berobatlah kamu, karena sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit, Dia (Allah SWT) juga yang menurunkan obatnya” (Hadits Riwayat Ahmad).
“Gunakanlah Dua Penyembuh : Madu dan Al Qur’an” (Riwayat Ibnu Majah dan Al Hakim).
Menurut Ibnu Siena : “Tujuan perubatan ialah untuk memelihara / menjaga kesehatan yang telah ada dan juga untuk mengembalikan kesehatan ketika ia hilang”. Dengan demikian terdapat dua persfektif dalam perobatan Islam, yaitu : Perubatan Rawatan dan perubatan penjagaan kesehatan/pencegahan penyakit.
Dr. Yusof al-Qardhawi menyatakan : “Sesungguhnya Islam memberi perhatiannya kepada kesehatan, ia juga memberikan perhatian kepada bidang perubatan, baik perubatan perawatan ataupun perubatan pencegahan, sekalipun perhatiannya terhadap pencegahan itu lebih banyak, karena sesungguhnya satu dirham untuk pencegahan penyakit dan berpantang itu lebih baik dari pada uang bertimbun-timbun untuk berubat….”.
Secara fitrah, tubuh manusia mempunyai kekuatan untuk menjaga kesehatan sendiri. Agar mekanisme ini berfungsi dengan sempurna, Rasulullah SAW mengajarkan kepada manusia akan 4 (empat) hal, yaitu :
1. Tata Cara Makan, untuk memelihara System Pencernaan.
2. Tata Cara Minum, untuk memelihara System Kencing.
3. Tata Cara Tidur, untuk memelihara System Pernafasan dan System Reproduksi
4. Tata Cara Mandi, untuk memelihara System Kardiovaskular dan System Endokrin.
Adapun Prinsif Perobatan Islam, adalah :
1. Prinsif Keyakinan, yaitu bahwa niat untuk berubatpun semata-mata karena Allah SWT dan yang menyembuhkan adalah Allah SWT pula.
2. Prinsif Sesuai Syariat Islam, yaitu bahwa dalam merawat seorang Pesakit (Pasien) harus dilakukan dengan Ihsan dan sesuai dengan Syariat Islam, yaitu tidak bertentangan dengan Ajaran Allah Swt (Al Qur’an dan As-Sunnah).
3. Berobat dengan yang Halal dan Toyyib, serta tidak sekali-kali menggunakan Obat-obatan yang haram atau tercampur bahan yang haram.
4. Prinsif Pengobatan yang tidak membawa Mudharat. Pengobatan itu tidak sekali-kali mencacatkan tubuh pasien, kecuali jika keadaannya sangat darurat dan tidak ada alternatif pengobatan lain di saat itu.
5. Prinsif Pengobatan tidak berbau takhayul, khurafat dan bid’ah.
6. Prinsif Mencari yang lebih baik berdasarkan kaedah Islam dan Ilmu-ilmu perobatan. Mengambil sebab melalui Ikhtiar serta Tawaqal. juga selalu Mengkaji yang terbaik.
Terdapat 3(tiga) cara pengubatan / rawatan Nabi SAW, yaitu :
1. Pengubatan dengan Obat-obatan,
2. Pengubatan dengan doa-doa / jampi
3. Menggabungkan kedua-duanya.
Dalam kaedah rawatan Islam, unsure yang dapat menyembuhkan pesakit bukanlah ramuan obat semata-mata tetapi juga unsure harapan kepada Allah (roja ilallah) yang tidak akan mensia-siakan orang yang bergantung kepada-Nya. Setiap kali putusnya tali harapan dan hilangnya cita-cita, maka sulitlah seseorang pesakit untuk sembuh.
Sesungguhnya rawatan yang hakiki mestilah merangkumi rohani dan jasmani (fisikal) sekaligus. Dengan pendekatan ini ramai para tabib atau dokter telah membuktikan mereka mampu merawat pesakit mereka dengan lebih sempurna dan sewajarnya. Akhirnya mereka telah menghasilkan keputusan yang cemerlang. Maka selepas beberapa penyiasatan dan renungan yang mendalam mereka telah membina suatu falsafah baru mengenai rawatan diatas asas,
1. Pengetahuan dalam bidang ilmu perubatan
2. Pegangan dan kepercayaan kepada Allah SWT.
E. SENI / TEKNIK PERUBATAN NABI (art of healing)
Untuk pembinaan kesehatan rohani/hati dan jasmani/tubuh, Rasulullah SAW mengajarkan berbagai teknik/seni pengobatan atau teraphy sebagaimana terdapat dalam Shahih al-Bukhari dari Said Ibnu Jabir dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW. bahwa Rasulullah SAW Bersabda :
“Kesembuhan bisa diperoleh dengan tiga cara : Pertama dengan meminum madu. Kedua dengan pembekaman. Ketiga dengan besi panas (Kayy), dan saya tidak memperbolehkan umatku melakukan pengobatan dengan besi panas (Kayy).
Abu abdillah Al-Mazari ra. Menandaskan “ Penyakit karena penyumbatan ada 4 (?) jenis : Jenis yang menyerang darah, jenis kuning, jenis yang menyerang tenggorokan dan jenis hitam. Jenis yang menyerang darah, caranya adalah dengan mengeluarkan darah yang tersumbat, yaitu dengan proses pembekaman.
Bila termasuk ketiga jenis penyakit selain menyerang darah, caranya adalah dengan mengkonsumsi obat pencahar yang berkhasiat untuk mengatasi setiap sumbatan yang komplikasi sekalipun. Dengan menyebut madu seolah-olah NAbi SAW hendak mengisyaratkannya sebagai obat pencahar. Kalau cara satu dan dua tidak menemui hasil, maka metode pamungkasnya adalah kayy (pengobatan dengan besi panas). Nabi menyebut kayy sebagai metode / teknik pengobatan karena pengobatan itu digunakan ketika kuatnya penyakit mengalahkan kekuatan obat-obatan tersebut, sehingga obat yang diminum tidak lagi berkesan.
Sementara arti sabda Nabi SAW “Saya melarang pengobatan dengan besi panas” dan dalam hadits lain “saya tidak suka melakukan pengobatan dengan besi panas” merupakan isyarat bahwa pengobatan besi panas hanya menjadi cara terakhir saja, yakni bila sudah terpaksa sekali. Pengobatan dengan besi panas tidak boleh tergesa-gesa dilakukan karena penyakit yang akan diatasi dengan besi panas terkadang justru lebih ringan rasa sakitnya disbanding dengan sakit karena besi panas itu sendiri.
Sebagian kalangan medis menandaskan bahwa terdapat 4(empat) unsure yang mengganggu kesehatan metabolisme tubuh, yaitu unsure panas, dingin, lembab dan kering. Ada dua kondisi yang bersifat aktif, yaitu panas dan dingin. Penyakit panas biasanya di teraphy dengan mengeluarkan darah (bekam). Sedangkan penyakit dingin dengan cara meminum madu, karena madu mengandung zat pemasak dan perencah, pelembut, pencahar dan pelunak. Dengan semua zat itu seluruh zat dingin berbahaya bisa dikeluarkan dengan mudah dan aman dari berbagai bentuk obat pencahar berat.
Adapun kayy, karena setiap penyakit fisik terkadang bersifat tajam dan terkadang mudah berkembang mewnjadi dingin dan panas, maka kayy pada dasarnya tidak dibutuhkan. Namun kalau penyakit itu sudah menahun, maka pengobatan terbaik setelah mengeluarkan materi berbahaya dari tubuh adalah kayy. Yakni meletakkan besi panas pada tubuh yang boleh terkena kayy.
Sesungguhnya Rasulullah SAW pada waktu Beliau dimi’rajkan oleh Allah Swt ke Sidratul Munthaha, “Ma maroktu lailata usria bihi bi malain illa qolu : ya Muhammad murro ummata bil hijamah!” Tidak melewati seorang malaikatpun kecuali mengatakan : “Ya Muhammad anjurkan kepada ummatmu untuk berHijamah/berbekam”.
Dalam Ash-Shohihain, dari Humaid ath-Thawil, dari Anas bahwasannya Abu Thibbah melakukan Al Hijamah pada Nabi lalu Beliau memerintahkan untuk memberikan 2 (dua) sha’ makanan kepadanya.
Dari Ibnu Abbas ra, bahwasannya Nabi Saw minta berbekam dan Beliau memberikan upah kepada orang yang membekam Nabi itu”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dari Anas ra, bahwasannya Nabi Saw bersabda : “sebaik-baik sesuatu yang kamu pergunakan menjadi obat adalah Berbekam.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Pada Hadits lain, menurut Abu Nu’aim, “Diharuskan atas kamu melakukan berbekam pada lekukan leher bagian atas (rongga kuduk. Sesungguhnya hal itu menjadi obat untuk 72 macam penyakit.”
Imam Ghazali ra berpendapat, yang dinukilkan dalam kitab Taysirul Fiqih lil Muslimil Mu’ashir oleh DR. Yusuf Qaedhawi pada halaman 235 – 236 :
“Alhijamah / Bekam adalah termasuk fardlu kifayah. Jika disuatu wilayah tidak ada seorang yang mempelajarinya, maka semua penduduknya akan berdosa. Namun jika ada salah seorang yang melaksanakannya serta memadai, maka gugurlah kewajiban dari yang lain. Menurut saya, sebuah wilayah kadang membutuhkan lebih dari seorang. Tapi yang terpenting adalah adanya jumlah yang mencukupi dan memenuhi seukuran kebutuhan yang diperlukan.
Jika di sebuah wilayah tidak ada ahli bekam (Muhtajib), suatu kehancuran siap menghadang dan mereka akan sengsara karena menempatkan diri di ambang kehancuran. Sebab Zat yang menurunkan penyakit juga menurunkan obatnya, dan memerintahkan untuk menggunakannya serta menyediakan sarana-sarana untuk melaksanakannya. Maka dengan meremehkannya berati sebuah kehancuran telah menghadang.
Dari sini jelas, bahwasannya pengobatan Hijamah ini begitu penting, karena disamping menyehatkan juga bernilai amalan Sunnah. Dengan demikian tentu alangkah mulianya jika kita sebagai ummat nya juga ikut mewarisi dan mengamalkan serta mengembangkan Therapy Sunnah ini.
F. KESIMPULAN
Jauh sebelum Islam datang bahkan 5000 th sebelum masehipun praktik pengobatan sudah ada. Dan bukan hal yang mustahil zaman Rasulullahpun sudah tersebar banyak cara pengobatan, termasuk didalamnya terapi herba dan bekam, namun dari sekian banyak terapi, Rasulullah SAW memilih dua terapi ini sebagai ikhtiyar memperoleh kesembuhan dari As Syafi, Allah Yang Maha Penyembuh.
Terapi herba, ialah terapi dengan tumbuh-tumbuhan yang mengandung obat hal ini diambil dari sabdanya “Bi Syarbati ‘Asalin” (minum madu). Karena sekurang-kurangnya seekor lebah hinggap di 144 macam tumbuh-tumbuhan, bisa kita bayangkan berapa ribu sari herba yang kita minum dalam tiap sendok madu. Kemudian oleh para tabib-tabib terdahulu diurailah herba-herba ini menjadi lebih spesifik untuk proses dan dosis yang tepat dalam mengobati penyakit. Maka wajar bila lambang apotik Islam berlambangkan herba.
Kelebihan herba diantaranya ialah probiotik (tidak anti biotik),meningkatkan imunitas tubuh, tidak akan terjadinya efek samping, mengandung nutrisi, makanan, vitamin dan mineral organic, serta mengobati kesumber sakit, causa (penyebab) penyakit dan tidak hanya mengobati satu macam penyakit, salah satu contohnya ialah tempuyung/jombang (Jawa), atau lalakina, galigug, lempung, rayana, lampuyang (Sunda), Sonchus arvensis L (latin), yang ada disekitar kita bahkan dengan mudah kita dapatkan memiliki khasiat yang luar biasa, diantaranya dapat mengobati : batu saluran kencing, batu empedu, radang usus buntu (apendisitis), jantung, radang payu dara (mastitis), disentri, wasir, beser mani (spermatorea), darah tinggi (hipertensi), pendengaran berkurang (tuli), rematik gout, memar, bisul dan luka bakar. Dalam pengobatan alopati banyak yang belum diketemukan obatnya, virus HIV misalnya, penderita AIDS divonis tidak akan sembuh, suatu penyakit yang disebut adzab dari Allah, namun akankan Allah SWT memberikan penyakit tanpa ada obatnya termasuk pada seorang bayi yang lahir dari perempuan yang positif HIV? Tentu tidak jawabannya, karena dari hasil penelitian National Cancer Institute dari Amerika Serikat telah menemukan senyawa aktif calanolides yang dapat mematikan virus HIV. Senyawa itu diperoleh dari herba species Bintangur (Calophyllum Lanigerum) yang tumbuh dihutan Serawak.
Di Barat, ketika seorang ikhwan kembali dari Jerman, beliau mengungkapkan bahwa kedudukan terapi herba lebih banyak diminati dibanding obat-obatan konvensional. Bila pasen berobat kedokter maka ditanyakan apakah obat-obatan yang ingin anda gunakan, konvensional atau herba? Bahkan ada kecendrungan dokter yang tidak memberikan pilihan seperti itu, ditinggalkan pasen. Sejak 25 tahun yang lalu Barat menggembor-gemborkan Back to Nature (Kembali ke Alam) namun karena tidak diiringi dengan aqidah maka tak jarang dihinggapi penyakit “TBC”, Takhayul, Bid’ah dan Syirik. Nabi kita 14 abad yang telah lalu telah mengungkapkannya.
Terapi bekam, bekam adalah istilah bahasa Indonesia yang berarti “membuang darah” . Dalam bahasa Arab disebut Al Hijamah, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “cupping”. Tubuh yang sehat, pikiran yang sehat dan hati yang bersih adalah faktor penting dalam hidup seorang hamba dalam melaksanakan tanggung jawabnya terutama optimalisasi ibadah kepada Allah SWT. Tetapi jika kotoran toksid (racun) dalam badan, hal ini yang menyebabkan statis darah (penyumbatan darah) bahkan diantara penyebab terjadinya penyakit; dimana sistem darah tidak berjalan dengan lancar. Keadaan ini sedikit demi sedikit akan mengganggu kesehatan baik itu fisik ataupun mental seseorang. Kita akan merasa malas, murung, selalu merasa kurang sehat (tidak fit), cepat bosan dan cepat naik pitam/darah (marah).
Statis darah harus dikeluarkan melalui berbagai macam cara, sayangnya obat-obatan alopati tidak mampu bertindak demikian. Namun dengan terapi bekam hal itu sangat memungkinkan untuk mengeluarkan toksid-toksid itu dengan cepat agar badan kita tidak lemah dan diserang penyakit.
Sesungguhnya bekam itu telah dikenal bangsa-bangsa purba sejak kerajaan Sumeria berdiri, lalu berkembang di Babilonia, Mesir, Saba dan Persia. Namun menurut As Suyuthi bekam berasal dari Isfahan. Jadi sebelum Rasul SAW diutuspun bekam telah ada, hanya dari sekian banyak terapi, bekamlah yang Rasulullah pilih hal inilah yang menjadi pertanyaan besar. Bahkan beliau sangat menyenanginya terbukti dari seringnya beliau berbekam dan beliau mengungkapkan sebaik-baiknya pengobatan ialah berbekam, hal ini termaktub dalam riwayat Imam Bukhari :
إن أمثل ما تدويتم به الجحامة والقسط البحري . رواه البخاري
“Sebaik-baiknya pengobatan kalian adalah berbekam dan kayu manis ”
Orang-orang Barat telah lama mengenal pengobatan dengan membuang darah, pada abad ke 18 mereka menggunakan lintah sebagai alat untuk berbekam, pada suatu waktu Perancis pernah mengimpor 40 juta ekor lintah untuk keperluan itu. Lintah-lintah itu akan dilaparkan terlebih dahulu dengan tidak diberi makan, jadi bila ditempelkan pada tubuh manusia dia akan terus menghisap darah dengan begitu sangar efektif sekali. Setelah kenyang lintah itu tidak berusaha lagi untuk bergerak dan terus jatuh. Begitulah lintah mengakhiri “upacara” berbekamnya.
Dulu, ketika penulis belajar hadits, Rasulullah berbekam itu dipandang dengan pengobatan yang sangat kuno juga mengerikan, karena paradigma pengobatan konvensional, juga terbayang torehan benda tajam (pedang, silet, atau kapak kecil) untuk mengeluarkan darahnya. Namun setelah penulis bergabung dengan Himpunan Herbalis Thibbun Nabawwi Bandung, paradigma itu berubah 180 derajat. Karena bekam yang sekarang sesuai dengan perkembangan zaman, ditunjang dengan peralatan yang canggih, berteknologi tinggi dan diakui oleh para dokter juga dari teknik-teknik sterilisasinya demikian pula dalam hal meminimalisir rasa sakit bahkan tidak terasa.
Dari kebanyakan pasen yang dibekam mereka menyatakan tubuh mereka jauh lebih ringan, hal ini dikarenakan peredaran darah menjadi lebih lancar setelah darah statisnya (penyumbatan darah) dikeluarkan, warnanya hitam pekat dan menggumpal, ibarat marus (darah yang diendapkan beberapa waktu). Sebagian orang berpendapat bahwasannya donor darah juga mengeluarkan darah, namun hemat penulis hal itu bukanlah berbekam, karena yang dikeluarkan bukanlah darah kotor namun darah yang bisa didonorkan tentulah harus bersih dari penyakit. Dan berbekam darah yang diambil tidak sebanyak donor darah, hanya sedikit saja. Apalagi bila diungkapkan apakah donor darah bisa menyembuhkan penyakit ? Sedangkan fakta membuktikan pasen jantung koroner yang divonis harus terus berobat sampai ajal tiba. Karena menurut perawatnya penyakit jantung itu tidak ada obatnya, hal ini kontradiktif dengan sabdanya :
ما أنزل الله داء إلا أنزل له شفاء . رواه البخاري
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan menurunkan penawarnya” (HR. Bukhari)
Setelah selama enam bulan berobat jalan namun tidak ada perubahan yang berarti, stagnan (mandeg). Lantas pasen mencoba dengan terapi bekam dan herba setelah dibekam 3 kali dan terapi herba dalam jangka waktu sebulan setengah, ternyata pasen mengalami perubahan yang luar biasa, Hal ini disebabkan sifat dari terapi bekam itu sendiri yang mampu mengeluarkan darah beku, kotor (berpenyakit), kolesterol, bersifat refunction (memfungsikan kembali organ tubuh) bahkan analgesik (penghilang rasa sakit).
Darah yang diambil dengan Al Hijamah ialah darah yang berada dibawah lapisan jaringan kulit, kapiler, bukan pembuluh pena apalagi arteri. Karena kulit merupakan jaringan terbesar yang ada pada diri manusia yang disanalah beradanya sisa-sia toksid dalam darah.
Dari segi pengistilahanpun mereka (Yahudi & Nasrani Cs) menyebutkan selain cara pengobatan mereka disebut sebagai pengobatan alternatif (pilihan lain selain yang pokok), karena mereka menginginkan cara mereka menjadi nomor wahid didunia dan mengucilkan pengobatan yang sering Rasulullah gunakan bahkan mereka memberikan stigma sebagai pengobatan kuno.
Para ahli sepakat bahwa pengobatan yang baik ialah pengobatan luar dalam. Dengan dua terapi ini, herba dan bekam, merupakan kekuatan sinergis bila dipadukan, bekam sebagai terapi luar, dan herba sebagai terapi dalam yang tidak bisa disembuhkan dengan bekam.
Hemat penulis, maksud dari “Yasyfiyani” , Dialah yang menyembuhkanku, dalam surat Asy Syu’aro diatas tentulah dengan Sunnatullah. Karena sebuah kewajiban kita untuk berikhtiyar mengobati penyakit, lantas Rasulullah memilihkan dengan wahyu dariNya dari sekian banyak terapi yang ada pada waktu itu ialah dengan terapi herba dan bekam. Karena kedudukan Rasulullah SAW sebagai bayan dari firman Allah.
Selama pengobatan itu tidak melanggar syari’at Islam tentu itu diperbolehkan, apapun bentuk dan namanya, hanya apabila kita berobat dengan racikan yang tidak terjamin halalan thayyibannya akankah Allah ridho dengan cara seperti itu ? Sedangkan seluruh sendi kehidupannya hanya mencari RidhoNya. Namun akankah kita belum yakin dengan apa yang disabdakan dan pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw ?
Wallahu A’lam Bi As Showab.
Marilah kita hidupkan kembali Sunnah Rasulullah SAW, bukankah Rasulullah SAW pernah bersabda, : “Barang Siapa menghidupkan Sunnahku di kala ummatku sudah rusak, maka baginya 100 pahala syahid” dan sabda beliau yang berbunyi : “Barang Siapa yang menghidupkan Sunnahku sesungguhnya dia mencintaiku, barangsiapa mencintaiku sesungguhnya dia bersamaku di dalam syurga.” (H.R Abu Dawud).
[1] Seminar Sehari dengan Thema : “At-Thibbu An-Nabawwy, Mutiara yang hilang hadir kembali. Ahad, 11 September 2005 di Aula SPN Watumas Purwokerto. Diselenggarakan oleh Forum Silaturahmi MAjelis Ta’lim Kabupaten Banyumas (Forsimaba).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar